BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Intoleransi Laktosa
merupakan suatu masalah yang mungkin penting bagi kesehatan masyarakat.
Kelainan ini terdapat sangat luas di negeri yang sedang berkembang seperti di
beberapa negara di Afrika, Asia dan Amerika. Angka kejadian intoleransi laktosa di Swedia diperkirakan berkisar
antara 0,5 – 1,5%. Di Amerika Utara perkiraan jauh lebih rendah dari 0,5%. Di Afrika angka kejadian intoleransi
laktosa diperkirakan 81%, Muangthai 84% dan India 83%. Sedangkan di Indonesia
angka kejadiannya juga tinggi, yaitu 86,4% pada anak yang mengalami malnutrisi
energi protein, 72,2% bayi baru lahir, 51,3% anak umur 1 bulan – 2 tahun.
Enzim
laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat mukosa usus
halus. Enzim tersebut bekerja memecah laktosa menjadi
monosakarida yang siap untuk diserap
oleh tubuh yaitu glukosa
dan galaktosa. Apabila
ketersediaan laktase tidak
mencukupi, laktosa yang terkandung dalam
susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan
akan dipecah oleh bakteri di dalam usus
halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit
di perut. Sedangkan
sebagian laktosa yang
tidak dicerna akan tetap berada
dalam saluran cerna dan tidak
terjadi penyerapan air dari faeses
sehingga penderita akan mengalami
diare.
Menurut
the World Allergy Organization,
reaksi sampingan nontoksik
terhadap makanan disebut
hipersensitivitas, bukan alergi.
Disebut alergi makanan jika
mekanismenya melibatkan reaksi
imunologi, yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan IgE. Adapun
intoleransi makanan, merupakan
hipersensitivitas non alergi terhadap makanan. Frekuensi kejadian intoleransi laktosa pada ras Kaukasia
lebih sedikit/jarang dibandingkan pada orang Asia, Afrika, Timur Tengah, dan
beberapa Negara Mediterania,
dan juga pada ras Aborigin Australia. Lima persen dari
ras Kaukasia dan 75% dari yang
bukan ras Kaukasia yang tinggal di Australia mengalami intoleransi laktosa.
Di
dalam susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau karbohidrat yang
dikenal dengan laktosa (gula susu). Pada keadaan
normal, tubuh dapat memecah laktosa
menjadi gula sederhana dengan
bantuan enzim laktase.Berbeda dengan sebagian besar
mamalia yang tidak lagi memproduksi laktase sejak
masa penyapihan, pada manusia, laktase terus
diproduksi sepanjang hidupnya. Tanpa
laktase yang cukup manusia tidak
dapat/mampu mencerna laktos sehingga
akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan diare yang dikenal
sebagai intoleransi laktosa atau
defisiensi laktase. Bisa
dikatakan hampir setiap orang pernah
mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak dari masa bayi hingga
dewasa dan usia lanjut, orang
terbiasa mengkonsumsi susu atau produk susu.
Ketika usia bayi sampai usia balita merupakan saat dimana konsumsi susu biasanya sangat diperlukan
karena nilai gizi yang dikandung susu. Namun, pemberian susu formula kepada bayi hanya dilakukan
bila susu formula memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi
keadaan dimana bayi tidak bisa mendapatkan ASI karena berbagai
sebab dan pertimbangan. Air Susu
Ibu (ASI) tetap merupakan
makanan terbaik untuk bayi karena selain
memberikan semua unsur gizi yang dibutuhkan, ASI mengandung komponen yang sangat spesifik, dan telah
disiapkan untuk memenuhi kebutuhan
dan perkembangan bayi. ASI mengandung antibodi (zat kekebalan tubuh) yang merupakan
perlindungan alami bagi bayi baru lahir. Menurut WHO, 98% wanita mempunyai
kemampuan fisiologis untuk menyusui, jadi hanya 2% saja yang tidak dapat
menyusui dengan alasan kemampuan fisiologis.
B.
RUMUSAN MASALAH
Masalah
dibalik lactose intolerance atau intoleransi laktosa adalah
kekurangan lactase –enzim yang dihasilkan oleh lapisan usus kecil. Banyak dari
mereka yang memiliki kadar lactase yang rendah tidak mengalami tanda dan
gejala.
Gejala batas toleransi laktosa yang
muncul akibat dari konsumsi laktosa yang terlalu banyak, produksi gas yang berlebihan (kentut
terus) atau serangan diare Intoleransi laktosa juga merupakan kekurangan enzim laktase yang
dihasilkan oleh lapisan usus kecil. Banyak dari mereka yang memiliki kadar
laktase yang rendah, tidak mengalami tanda dan gejala.
1. Apa
yang dimaksud dengan intoleransi laktosa
dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana
gejala intoleransi
laktosa?
3. Apa
saja faktor risiko yang membuat seseorang
mengalami lactose intolerance?
4.
Metode
apa yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa intoleransi laktosa?
5. Bagaimana
peran bidan dalam menangani lactose intolerance?
C.
TUJUAN
1. Mengetahui
tentang pengertian intoleransi laktosa dan penyebabnya
2. Mengetahui
bagaimana gejala intoleransi laktosa.
3. Mengetahui
faktor risiko yang membuat
seseorang mengalami lactose intolerance.
4.
Memahami
metode yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa intoleransi laktosa.
5. Memahami peran bidan dalam
menangani lactose intolerance.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN INTOLERANSI LAKTOSA
Intoleransi
laktosa adalah kondisi di mana laktase, sebuah enzim yang diperlukan
untuk mencerna laktosa, tidak diproduksi dalam masa dewasa. Enzim laktase
yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus.Enzim
tersebut bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap
oleh tubuh yaitu glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi,
laktosa yang terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan
dan akan dipecah oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang
terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut.
Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna
dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami diare.
Menurut the World Allergy Organization, reaksi sampingan non toksik
terhadap makanan disebut hipersensitivitas, bukan alergi. Disebut
alergi makanan jika mekanismenya melibatkan reaksi
imunologi, yang dapat diketahui dengan pemeriksaan IgE.
Adapun intoleransi makanan, merupakan hipersensitivitas non alergi terhadap makanan. Intoleransi Laktosa
Primer Populasi di mana intoleransi laktosa primer adalah norma
telah menunjukkan tingkat kesehatan yang sama dengan barat (di
luar masalah malnutrisi), atau kesehatan yang lebih baik Intoleransi laktosa sekunder.
Produk-produk susu merupakan sumber yang relatif baik dan mudah diakses
kalsium dan kalium dan banyak mandat negara yang susu diperkaya dengan vitamin
vitamin A dan D. Akibatnya, dalam masyarakat mengkonsumsi susu, susu sering
menjadi sumber utama nutrisi dan, untuk lacto-vegetarian, merupakan sumber
utama vitamin B12. Individu yang mengurangi
atau menghilangkan konsumsi susu harus mendapatkan nutrisi
di tempat lain. Namun demikian, populasi Asia untuk siapa susu bukan merupakan
bagian dari budaya makanan mereka tidak hadir kesehatan menurun dan
kadang-kadang hadir di atas rata-rata kesehatan, seperti di Jepang. Berdasarkan
pengganti susu tanaman tidak alami kaya akan kalsium, kalium, atau vitamin A
atau D (dan, seperti produk-produk non-binatang yang paling, tidak mengandung
vitamin B 12). Namun, merek terkemuka sering sukarela diperkaya dengan banyak nutrisi. Peningkatan jumlah makanan
yang diperkaya kalsium sarapan - seperti jus jeruk, roti, dan sereal kering -
telah muncul di rak-rak supermarket.
Banyak buah-buahan dan sayuran kaya akan kalium dan vitamin A; produk
hewani seperti daging dan telur kaya akan vitamin B 12, dan tubuh manusia itu
sendiri menghasilkan beberapa vitamin D dari paparan sinar matahari langsung.
Akhirnya, seorang ahli diet atau dokter mungkin merekomendasikan suplemen
vitamin atau mineral untuk menebus setiap kekurangan gizi yang tersisa. Produk
susu Laktosa-reduced memiliki kandungan gizi yang sama seperti rekan-rekan
mereka penuh laktosa, tapi rasa dan penampilan mereka mungkin berbeda sedikit.
Kebanyakan bayi dengan Gastroenteritis karena rotavirus tidak mengembangkan intoleransi laktosa, sehingga bayi ini tidak mendapat manfaat dari yang diletakkan pada diet bebas laktosa kecuali gejala-gejala intoleransi laktosa yang berat dan persisten.
Kebanyakan bayi dengan Gastroenteritis karena rotavirus tidak mengembangkan intoleransi laktosa, sehingga bayi ini tidak mendapat manfaat dari yang diletakkan pada diet bebas laktosa kecuali gejala-gejala intoleransi laktosa yang berat dan persisten.
B. PENYEBAB INTOLERANSI LAKTOSA
Lactose intolerance disebabkan oleh rendahnya kadar enzim lactase
pada usus kecil yang menyebabkan tanda dan gejala. Normalnya sel pada lapisan usus kecil menghasilkan enzim yang
disebut lactase. Enzim lactase melampirkan molekul lactase pada makanan yang
anda makan dan memecahnya menjadi dua jenis gula –glukosa dan galactose- yang
dapat diserap di dalam aliran darah. Tanpa cukup enzim lactase, banyak lactose
pada makanan tidak terproses di dalam usus besar, dimana bakteri pencerna
berinteraksi terhadapnya. Hal inilah yang menyebabkan perut kembung dan diare.
Ada tiga
jenis lactose intolerance:
- Lactose intolerance primer yang terjadi karena usia. Normalnya lactase dalam jumlah besar akan dihasilkan pada bayi yang baru lahir dan awal masa kanak-kanak saat susu adalah sumber utama makanan. Kondisi lactose intolerance ini biasanya karena produksi lactase yang menurun seiring dengan makanan yang lebih bervariasi dan terjadi secara bertahap.
- Lactose intolerance sekunder yang terjadi karena penyakit atau cedera. Hal ini terjadi saat usus kecil mengalami penurunan produksi lactase setelah mengalami penyakit, operasi atau cedera. Hal ini dapat terjadi akibat penyakit pencernaan, seperti penyakit celiac, gastroenteritis dan peradangan usus seperti Crohn’s disease.
- Congenital lactose intolerance karena kondisi pada saat dilahirkan. Hal ini mungkin terjadi pada bayi yang lahir dengan lactase yang tidak aktif, akan tetapi kondisi ini sanga langka. Bayi yang memiliki kondisi ini tidak dapat mencerna air susu ibu dan mengalami diare. Formula bebas lactose dibutuhkan oleh bayi dengan kondisi ini.
Intoleransi laktosa sebagian besar
disebabkan oleh faktor genetik, dimana penderita mempunyai enzim laktase lebih
sedikit dibanding orang normal. Intoleransi laktosa juga bisa
karena penurunan atau tidak adanya
aktivitas laktase yang mencegah pemecahan laktosa (defisiensi laktase).
Defisiensi laktase dapat terjadi karena 3 hal yaitu:
·
Bawaan
Sejak Lahir
Intoleransi laktosa karena bawaan sejak lahir. Ini sangat jarang terjadi. Apabila ini terjadi pada bayi, maka bayi harus betul-betul diberi makanan pengganti yang bebas laktosa.
Intoleransi laktosa karena bawaan sejak lahir. Ini sangat jarang terjadi. Apabila ini terjadi pada bayi, maka bayi harus betul-betul diberi makanan pengganti yang bebas laktosa.
·
Efek
Penyakit Lain
Penyebab lain defisiensi laktase adalah defisiensi laktase sekunder. Jenis defisiensi ini disebabkan penyakit yang merusak lapisan usus kecil bersama dengan laktase. Contohnya adalah penyakit sariawan celiac.
Penyebab lain defisiensi laktase adalah defisiensi laktase sekunder. Jenis defisiensi ini disebabkan penyakit yang merusak lapisan usus kecil bersama dengan laktase. Contohnya adalah penyakit sariawan celiac.
·
Faktor
Usia
Penyebab paling umum defisiensi laktase adalah penurunan jumlah laktase yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan berlanjut ke masa dewasa, disebut sebagai jenis hypolactasia dewasa, dan hal ini terjadi secara genetis.
Penyebab paling umum defisiensi laktase adalah penurunan jumlah laktase yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan berlanjut ke masa dewasa, disebut sebagai jenis hypolactasia dewasa, dan hal ini terjadi secara genetis.
Beberapa
faktor lain penyebab intoleransi laktosa antara lain:
- Gastroenteritis, dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim laktase yang dapat berlangsung sampai beberapa minggu
- Infeksi parasit, dapat menyebabkan pengurangan jumlah laktase sementara waktu.
- Defisiensi besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan dan penyerapan laktosa
C.
GEJALA INTOLERANSI LAKTOSA
Gejala
Orang yang mengalami intoleransi laktosa biasanya mempunyai batas toleransi
untuk mengkonsumsi laktosa, yang jika mereka
mengkonsumsi dalam batas ini maka mereka akan mengalami gejala yang minimal.
Beberapa gejala intoleransi laktosa
antara lain sakit perut, perut kembung dan diare.Kadang-kadang gejala intoleransi
laktosa sering disalah artikan sebagai gejala dari irritable bowel syndrome (IBS), padahal penderita IBS bukanlah
penderita intoleransi laktosa. Penderita IBS cenderung mengalami kesulitan
dalam mentoleransi lemak.
Penyebab
intoleransi laktosa sebagian besar disebabkan oleh factor genetik, dimana penderita mempunyai laktase lebih
sedikit dibanding orang normal . Untuk menguji batas toleransi
laktosa dapat dilakukan tes pernafasan hidrogen (hydrogen breath test) atau tes
keasaman kotoran (stool acidity test) agar didapatkan diagnosis klinis. Orang
yang menderita batas toleransi laktosa dapat mengkonsumsi produk-produk
bebas-laktosa, misalnya susu kedelai, susu almond dan susu beras. Batas
toleransi laktosa tidak sama dengan alergi susu, yang merupakan reaksi tubuh
terhadap protein susu.
Beberapa faktor lain
penyebab intoleransi laktosa anatara lain
- Gastroenteritis, dapat menyebabkan terjadinya penguraian enzim lactase yang dapat berlangsung sampai beberapa minggu
- Infeksi parasit , dapat menyebabkan pengurangan jumlah laktase sementara waktu.
- Defisiensi besi, rendahnya asupan besi dapat mengganggu pencernaan danpenyerapan laktosa.
Gejala Intoleransi
Laktosa
Adapaun
gejala yang dapat ditemui diantaranya adalah:
1. Keram perut
2. Mencret
3. Kembung
4. Mual
5. Kentut dan sendawa terus menerus
1. Keram perut
2. Mencret
3. Kembung
4. Mual
5. Kentut dan sendawa terus menerus
D.
FAKTOR
RISIKO
Faktor
risiko yang membuat anda atau anak-anak mengalami lactose intolerance antara lain:
• Pertambahan usia
• Kelahiran prematur
• Penyakit yang mempengaruhi usus kecil
• Radiasi pada daerah perut
• Pertambahan usia
• Kelahiran prematur
• Penyakit yang mempengaruhi usus kecil
• Radiasi pada daerah perut
E. METODE
DIAGNOSIS
Beberapa metode dapat digunakan
untuk mendiagnosa intoleransi laktosa, antara lain:
- Hydrogenbreath test
Merupakan pengujian terhadap jumlah gas hidrogen yang ditiupkan keluar melalui
pernafasan. Laktosa, yang seharusnya dicerna oleh laktase, mengalami fermentasi
oleh bakteri di saluran pencernaan, sehingga akan menyebabkan produksi gas
hidrogen lebih banyak dari keadaan normal.
2. Elimination diet
Merupakan diagnosa dengan cara meniadakan konsumsi makanan yang mengandung laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi terhadap laktosa.
F. PENANGANAN
Banyak
orang yang mengalami intoleransi laktosa mengatasinya dengan pembatasan
konsumsi laktosa, seperti hanya minum segelas susu. Bagi mereka yang mengalami
intoleransi laktosa, beberapa anjuran berikut ini mungkin dapat membantu:
- Bacalabel pangan dengan seksama
Bagi penderita intoleransi laktosa agar terhindar dari hal-hal yang tidak
diinginkan, penting untuk membaca label pangan dengan seksama pada bagian
daftar bahan pangan (i n g r e d i e n t ) . Produk pangan perlu dihindari/dibatasi
jumlah yang dikonsumsi, jika mengandung bahan-bahan seperti berikut ini
misalnya padatan susu, padatan susu bebas lemak, whey, gula susu.
Ø Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti
keju matang (mature atau ripened cheeses), mentega atau yoghurt, karena umumnya
jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding susu.
Ø
Minum susu yang mengandung banyak lemak susu,
karena lemak dapat memperlambat transportasi susu dalam saluran perncernaan
sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup untuk enzim laktase memecah gula
susu.
Ø
Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas
lemak oleh karena susu lebih cepat ditransportasi dalam usus besar dan
cenderung menimbulkan gejala pada penderita intoleransi laktosa. Disamping itu,
beberapa produk susu rendah lemak juga mengandung serbuk susu skim yang
mengandung laktosa dalam dosis tinggi.
Ø
Jangan menghindari semua produk susu oleh
karena nilai gizi susu pada dasarnya sangat dibutuhkan tubuh.
Ø
Mengkonsumsi
susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
Ø
Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu
banyak. Banyak penderita intoleransi laktosa dapat meminum 240 ml susu per
hari, tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa besar tingkatan toleransi tubuh
sendiri terhadap laktosa. Banyak penderita toleran terhadap sejumlah laktosa
yang terdapat dalam setengah cangkir susu full cream, tiga perempat cangkir es
krim, tiga perempat cangkir yoghurt, tiga perempat cangkir keju mentah
(unripened cheeses).
Ø
Konsumsi
produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk), karena
pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga
produk seperti ini akan ditoleransi lebih baik.
Ø
Konsumsi
produk kedelai karena produk kedelai bebas laktosa dan merupakan sumber kalsium
yang bagus dan baik untuk menggantikan susu dan produk susu lainnya.
Bagi yang memiliki intoleransi
laktosa, sebaiknya juga menghindari makanan-makanan yang mengandung laktosa
tersembunyi (hidden lactose) antara lain biskuit dan kue (yang mengandung susu
atau padatan susu), sereal olahan, saus keju, sop krim, puding, coklat susu,
pancakes dan pikelets, scrambled eggs, roti dan margarin (mengandung susu).
G.
PERAN
BIDAN
§
Memberikan
Penanganan secara maksimal kepada pasien yang menderita Intoleransi Laktosa.
§
Menjelaskan
kepada pasien yang memiliki bayi atau balita, agar tidak memberikan susu
Formula yang berlebihan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Laktosa
adalah gula susu yang dipecah oleh enzim laktase, suatu enzim pencernaan yang
terdapat dalam usus halus.
- Intoleransi laktosa adalah berkurangnya kemampuan untuk mencerna laktosa, yang disebabkan oleh kekurangan enzim laktase.
- Gejala-gejala intoleransi laktosa meliputi antara lain: perut kembung (banyak gas), sakit perut dan diare.
- Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan akibat intoleransi laktosa, dapat dilakukan berbagai hal seperti membaca label pangan dengan seksama, pembatasan jumlah susu yang dikonsumsi dan pemilihan produk-produk susu.
B.
SARAN
1.
Bagi Bidan
a.
Bidan harus lebih intensif dalam memberikan penyuluhan
kepada masyarakat tentang Intoleransi Laktosa.
b.
Mengoptimalkan pelayanan kesehatan agar tidak terjadi
Intoleransi Laktosa.
DAFTAR
PUSTAKA
Australian society of
clinical immunology and allergy (ASCIA)
WHO, INFOSAN
Information Note No.
3/2006 – Food Allergies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar