BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan
antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal.
Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung sampai 42
minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung
pada kriteria yang dipakai.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294
hari atau 42 minggu lengkap dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut
rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari dan belum terjadi persalinan.
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm,
terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum)
berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia.
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin,
meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada
persesuaian paham. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa
kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau
meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan
mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi
ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun
tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang
cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang
cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap
kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka
kematian, terutama kematian perinatal.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
LANDASAN TEORITIS
A.
Persalinan Postterm
Pengertian
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil
42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas (Manuaba, 2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat
bulan adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari
setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan dan maturitas
janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid
terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari
(Prawirohardjo, 2008).
Etiologi
Etiologi
belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal,
yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan
sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti
herediter, karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
(Rustam, 1998).
Menjelang persalinan terdapat
penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap
oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada
kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap
rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba,
1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada
kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak
cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus
terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur
sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia
kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari
menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta
berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi
absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin.
Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30%
prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.
Beberapa
faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :
- Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.
- Tidak diketahui.
- Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
- Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
- Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
- Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
Insiden
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%,
bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam
kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan,
dimana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5 -7 %. Variasi insiden
postterm berkisar antara 2-31,37%.
Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin
sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan.
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan
nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai
resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak
tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah
seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan.
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu
terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan
fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta
tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh
anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.
Sebab
Terjadinya Kehamilan Postterm
Seperti
halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :
Penurunan
hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan
endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan
meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa
penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesterone.
Pemakaian
oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau
dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor
penyebab kehamilan postterm.
Dalam
teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin.
Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron
berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti
anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis
pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik
sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
Tekanan
pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini,
seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi
kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
Beberapa
penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm
mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa
bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan
postterm.
|
Resiko
Risiko
kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat
janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3
kali dari pada kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di
bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat
mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan
cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi
gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan
mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat
terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat
menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini
dapat menyebabkan kematian janin.
Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu
yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik.
Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain
distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding
(moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak,
inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Tanda
bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :
|
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang
terbagi menjadi :
Stadium I
: kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium
II : seperti Stadium I disertai pewarnaan
mekonium (kehijauan) di kulit.
Stadium III
: seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan
tali pusat.
Diagnosis
Tidak
jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan
postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan
terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan
postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan
postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%.
Diagnosis
kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah
mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka
pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan
informasi mengenai usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin
ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.
Dalam
menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya
dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.
Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilanlewat waktu, antara lain :
|
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009),
pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion,
derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan
penunjang sangat penting dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu,
diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti :
- Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.
- Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
- Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
- Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).
Kematangan serviks tidak bisa
dipakai untuk menentukan usia kehamilan. Yang paling penting dalam
menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat
dilakukan :
- Tes tanpa tekanan (non stress test).
Bila memperoleh hasil non reaktif
maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif
maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
- Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan
secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan
tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan
USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal >
1 cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata
oligohidramnion, maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
- Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang
banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban
sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
Penatalaksanaan
Perlu kita
sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm
sehingga setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat
dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan
perawatan neonatal yang memadai.
Prinsip dari tata laksana kehamilan
lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran
kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian
skor pelvik (pelvic score).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran
kehamilan, antara lain :
- Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
- Induksi dengan oksitosin.
- Bedah seksio sesaria.
The American College of
Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu)
adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan
antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya
monitoring janin lebih rendah.
Dalam mengakhiri kehamilan dengan
induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan
aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi
sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak,
mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus
dilakukan sebelumnya.
Table 1. Skor Bishop
0
|
1
|
2
|
3
|
|
Pendataran serviks
|
0-30%
|
40-50%
|
60-70%
|
80%
|
Pembukaan serviks
|
0
|
1-2
|
3-4
|
5-6
|
Penurunan kepala dari Hodge III
|
-3
|
-2
|
-1, 0
|
+1, +2
|
Konsistensi serviks
|
Keras
|
Sedang
|
Lunak
|
|
Posisi serviks
|
Posterior
|
Searah sumbu jalan lahir
|
Anterior
|
|
|
Tatalaksana
yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan
induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG,
serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5,
maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan
Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8
tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul
his yang adekuat. Selama pemberian
infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul
gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga
persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat
diberikan infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan
tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
Tindakan operasi seksio sesarea
dapat dipertimbangkan pada :
- Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
- Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
- Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
Pada kehamilan yang telah melewati
40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, biasanya langsung segera
diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.
Komplikasi
Menurut
Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
1)
Plasenta
·
Kalsifikasi
·
Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang
·
Degenerasi jaringan plasenta
·
Perubahan biokimia
2)
Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu
dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan
postpartum.
3)
Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi
seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat
terjadi kematian janin dalam kandungan.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan,
1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua
(antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28
minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan
sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan
seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter
mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan
serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang
digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk
itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang
(calon) ibu itu.
Pengelolaan
selama persalinan adalah :
•
Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan kesejahteraan janin.
Pemakaian continous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat
•
Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama persalinan.
•
Awasi jalannya persalinan
•
Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan
janin
•
Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap wajah
neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala lahir
dilanjutkan resusitasi sesuai
prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekoneum.
•
Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas
BAB III
PENUTUP
Kehamilan lewat waktu merupakan
salah satu kehamilan yang beresiko tinggi, dimana dapat terjadi komplikasi pada
ibu dan janin. Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari Hari
Pertama haid terakhir. Kehamilan lewat waktu juga biasa disebut serotinus atau
postterm pregnancy, yaitu kehamilan yang berlangsung selama lebih dari 42
minggu atau 294 hari.
Penyebab pasti kehamilan lewat waktu
sampai saat ini belum kita ketahui. Diduga penyebabnya adalah siklus haid yang
tidak diketahui pasti, kelainan pada janin (anenefal, kelenjar adrenal janin
yang fungsinya kurang baik, kelainan pertumbuhan tulang janin/osteogenesis
imperfecta; atau kekurangan enzim sulfatase plasenta).
Kehamilan lewat bulan dapat juga
menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga
sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan
perdarahan postpartum.
Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan,
1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua
(antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28
minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan
sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7 – 8 bulan dan
seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter
mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan
serotinus yang berbahaya.
Thx infonya,,, visit juga http://www.dmanthree.blogspot.com ya... and ijin share materinya ya :D
BalasHapus